Jumat, 06 Mei 2011

Mengenal Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Bismillah, ulama' adalah pewaris para nabi. Dan Ulama' ahlul hadits adalah ulama' yang paling banyak mewarisi warisan para nabi. Saudaraku, tahukah engkau siapakah ulama' ahlul hadits abad ini? Ulama' yang diakui keilmuannya dalam bidang ilmu hadits oleh lawan dan kawan? Berikut ini adalah jawabannya. Selamat membaca. 


BIOGRAFI
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani         
                                  
Nama beliau adalah Abu Abdirrahman Muhammad  Nashiruddin  bin  Nuh  al-Albani. Dilahirkan  pada  tahun 1333 H di kota Ashqodar ibu kota Albania yang lampau. Beliau dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya, lantaran kecintaan terhadap ilmu dan ahli ilmu. 
Ayah al Albani yaitu Al Haj Nuh adalah lulusan lembaga pendidikan  ilmu-ilmu  syari'at  di  ibukota  negara  dinasti  Utsmaniyah  (kini  Istambul),  yang  ketika  Raja  Ahmad  Zagho   naik   tahta   di   Albania   dan mengubah system pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, maka Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya  beliau  memutuskan  untuk  berhijrah  ke  Syam dalam  rangka  menyelamatkan  agamanya dan karena takut terkena fitnah. Beliau   sekeluargapun   menuju Damaskus. 
Setiba  di  Damaskus,  Syeikh  al-Albani  kecil  mulai  aktif mempelajari  bahasa  arab.  Beliau  masuk  sekolah  pada madrasah yang dikelola oleh Jum'iyah al-Is'af al-Khairiyah. Beliau terus belajar di sekolah   tersebut tersebut hingga kelas terakhir tingkat Ibtida'iyah. 
Selanjutnya beliau meneruskan belajarnya langsung kepada  para  Syeikh.  Beliau  mempelajari  al-Qur'an  dari  ayahnya sampai selesai, disamping itu mempelajari pula sebagian fiqih madzab Hanafi dari ayahnya.  
Syeikh al-Albani juga mempelajari keterampilan memperbaiki  jam  dari  ayahnya  sampai  mahir  betul, sehingga  beliau  menjadi  seorang  ahli  yang  mahsyur. Ketrampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencahariannya. 
Pada umur 20 tahun, pemuda al-Albani ini mulai mengkonsentrasi diri pada ilmu hadits lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahsan yang ada dalam majalah al-Manar, sebuah  majalah  yang  diterbitkan  oleh  Syeikh Muhammad Rasyid Ridha. Kegiatan pertama di bidang ini ialah  menyalin  sebuah  kitab  berjudul  "al-Mughni  'an Hamli  al-Asfar  fi   Takhrij  ma  fi  al-Ishabah  min  al-Akhbar".  Sebuah  kitab  karya  al-Iraqi,  berupa  takhrij terhadap hadits-hadits yang     terdapat       pada      Ihya' Ulumuddin  al-Ghazali.  Kegiatan  Syeikh  al-Albani  dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya       seraya berkomentar. "Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit (bangkrut)".  
Namun  Syeikh  al-Albani  justru  semakin  cinta  terhadap dunia hadits. Pada perkembangan berikutnya, Syeikh al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab-kitab. Karenanya, beliau memanfaatkan  Perpustakaan adh-Dhahiriyah  di  sana  (Damaskus).  Di  samping  juga Meminjam buku-buku dari beberapa perpustakaan khusus. Begitulah,  hadits  menjadi  kesibukan  rutinnya, sampai-sampai  beliau  menutup  kios  reparasi  jamnya. Beliau  lebih  betah  berlama-lama  dalam  perpustakaan adh-Dhahiriyah, sehingga  setiap  harinya  mencapai 12 jam. Tidak pernah istirahat     mentelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu sholat tiba. Untuk makannya, seringkali  hanya  sedikit  makanan  yang  dibawanya  ke perpustakaan.  
Akhirnya kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah  ruangan  khusus  di  perpustakaan  untuk  beliau. Bahkan kemudiaan beliau diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, beliau  menjadi   leluasa   dan   terbiasa   datang   sebelum yang lainnya datang. Begitu pula pulangnya ketika orang lain pulang pada waktu dhuhur, beliau justru pulang setelah sholat isya. Hal ini dijalaninya sampai bertahun-tahun.
Pengalaman Penjara
Syeikh al-Albani pernah dipenjara dua kali. Kali pertama selama satu bulan dan kali kedua selama enam bulan. Itu tidak lain karena gigihnya beliau berdakwah kepada sunnah dan memerangi bid'ah sehingga orang-orang yang dengki kepadanya menebarkan fitnah. 
Beberapa Tugas yang Pernah Diemban Syeikh   al-Albani  
Beliau   pernah   mengajar   di   Jami'ah Islamiyah (Universitas Islam Madinah) selama tiga tahun, sejak  tahun  1381-1383  H,  mengajar  tentang hadits  dan ilmu-ilmu hadits. Setelah itu beliau pindah ke Yordania. Pada  tahun  1388  H,  Departemen  Pendidikan  meminta kepada  Syeikh  al-Albani  untuk  menjadi  ketua  jurusan Dirasah Islamiyah pada Fakultas Pasca Sarjana di sebuah Perguruan  Tinggi  di  kerajaan  Yordania.  Tetapi  situasi dan  kondisi saat itu tidak memungkinkan beliau memenuhi  permintaan  itu.  Pada  tahun  1395  H  hingga 1398   H   beliau   kembali   ke   Madinah   untuk   bertugas  sebagai  anggota  Majelis  Tinggi  Jam'iyah  Islamiyah  di sana.   Mandapat   penghargaan   tertinggi   dari  kerajaan Saudi  Arabia  berupa  King  Faisal  Fundation  tanggal 4 Dzulkaidah 1419 H. 
Beberapa Karya Beliau  
Karya-karya  beliau  amat  banyak,  diantaranya  ada  yang sudah  dicetak,  ada  yang  masih  berupa  manuskrip  dan ada yang mafqud (hilang), semua berjumlah 218 judul. 
Beberapa Contoh Karya Beliau adalah :
·         Adabuz-Zifaf fi As-Sunnah al-Muthahharah 
·         Al-Ajwibah   an-Nafi'ah 'ala as'ilah   masjid   al-Jami'ah
·         Silisilah al-Ahadits ash Shahihah
·         Silisilah al-Ahadits adh-Dha'ifah wal maudhu'ah
·         At-Tawasul wa anwa'uhu
·         Ahkam Al-Jana'iz wabida'uha  
Di  samping  itu,  beliau  juga  memiliki  kaset  ceramah, kaset-kaset bantahan terhadap berbagai pemikiran sesat  dan kaset-kaset berisi jawaban-jawaban tentang pelbagai masalah yang bermanfaat.  
Selanjutnya Syeikh  al-Albani berwasiat  agar perpustakaan  pribadinya,  baik  berupa  buku-buku  yang  sudah dicetak, buku-buku foto copyan,      manuskrip-manuskrip (yang ditulis oleh beliau sendiri ataupun orang lain) semuanya  diserahkan ke perpustakaan Jami'ah tersebut  dalam  kaitannya  dengan  dakwah  menuju  al-Kitab was Sunnah, sesuai dengan manhaj salafush Shalih, pada saat beliau menjadi pengajar disana. 
Wafatnya  
Beliau  wafat  pada hari  Jum'at  malam  Sabtu  tanggal 21 Jumada Tsaniyah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal  1 Oktober 1999 di Yoradania. Rahimallah asy-Syaikh al-Albani rahmatan wasi'ah wa jazahullahu'an al-Islam wal muslimiina khaira wa adkhalahu fi an-Na'im al-Muqim.7   
7 Diambil dari: http://al-madina.s5.com/Kisah/Biografi_Albani.htm; dinukil dari salafyoon-online    
Ijazah Hadits Imam Al-Albany 
Syaikh  Al-Albany  memiliki  ijazah  hadits  dari  ‘Allamah Syaikh  Muhammad  Raghib  at-Tabbagh  yang  kepadanya beliau  mempelajari  ilmu  hadits,  dan  mendapatkan  hak untuk  menyampaikan  hadits  darinya.  Syaikh  Al-Albany menjelaskan         tentang      ijazah     beliau     ini   pada     kitab  Mukhtasar  al-‘Uluw  (hal  72)  dan  Tahdzir  as-Sajid  (hal 63).  Beliau  memiliki  ijazah  tingkat  lanjut  dari  Syaikh  Bahjatul Baytar (dimana isnad dari Syaikh terhubung ke Imam  Ahmad).  Keterangan  tersebut  ada  dalam  buku Hayah al-Albany (biografi Al-Albany) karangan Muhammad   Asy-Syaibani.   Ijazah   ini   hanya   diberikan kepada mereka yang benar-benar ahli dalam hadits dan dapat dipercaya untuk membawakan hadits secara teliti. 
Ijazah serupa juga dimiliki murid Syaikh Al-Albany, yaitu Syaikh Ali Hasan Al-Halabi. Jadi, adalah tidak benar jika dikatakan bahwa Syaikh hanya belajar dari buku, tanpa ada wewenang dan tanpa ijazah.  
Dalam pembahasan ini, saya pikir tidak mengapa untuk memberikan  sedikit  gambaran  tentang  kehidupan  dan pekerjaan Syaikh Al-Albany agar kita lebih yakin perihal kedudukan  beliau  dalam  bidang  ilmu  hadits,  semisal penghormatan  dari  ulama-ulama  lain  yang  ditunjukan kepada beliau. Mungkin satu atau dua penjelasan pendek belumlah mencukupi, meski begitu, saya berharap informasi       ini   cukup  menarik  dan  dapat  memberi semangat kepada para pembaca:  
1.      Syaikh  Al-Albany  dilahirkan  pada  tahun  1914  M  di Asykodera, ibukota pertama Albania.  
2.      Syaikhnya yang pertama adalah ayahnya, Al-Hajj Nuh  An-Najjati,  yang telah menyelesaikan    belajar Syari’ah  di  Istanbul  dan  kembali  ke Albania  sebagai seorang  ulama  Hanafiyah. Di    bawah bimbingan  ayahnya, Syaikh Al-Albany belajar Quran, tajwid dan bahasa Arab, dan juga fiqh Hanafiyah. 
3.      Beliau belajar fiqh hanafiyah lebih lanjut dan bahasa  Arab dari Syaikh Sa’id al-Burhan.  
4.      Beliau  mengikuti  pelajaran  dari Imam  Abdul  Fattah dan Syaikh Taufiq Al-Barzah  
5.      Syaikh   Al-Albany   bertemu   dengan   ulama   hadits  zaman  ini,  Syaikh  Ahmad  Syakir,  dan  beliau  ikut berpartisipasi dalam diskusi dan penelitian mengenai hadits.  
6.      Beliau  bertemu  dengan  ulama  hadits  India,  Syaikh Abdus Shamad Syarafuddin, yang telah menjelaskan hadits dari jilid pertama kitab Sunan al-Kubra karya An-Nasai, seperti halnya      karya Al-Mizzi yang monumental,   Tuhfat   al-Asyraf,   yang   selanjutnya mereka  berdua  saling  berkirim  surat  tentang  ilmu. Dalam salah satu surat, Syaikh Abdus Shamad menunjukkan   keyakinan   beliau   bahwa   Syaikh   Al-Albany adalah ulama hadits terbesar saat ini.  
7.      Sebagai  pengakuan  terhadap  keilmuannya  mengenai hadits, pada tahun 1955 Syaikh Al-Albany ditugaskan di   Fakultas      Syariah     Universitas       Damaskus        untuk  menganalisa dan meneliti secara terperinci mengenai hadits-hadits jual beli dan yang berhubungan dengan  transaksi bisnis lain.  
8.      Syaikh Al-Albany memulai pekerjaannya secara resmi pada   bidang   hadits   dengan   men-transkrip   karya monumental Al-Hafidz al-Iraqy,  yaitu Al-Mughni ‘an Hamlil-Ashfar -sebuah studi tentang beragam hadits-dan riwayat-riwayat pada karya terkenal Al-Ghazali, Ihya’ Ulumudin. Pekerjaan ini sendiri mencakup lebih dari 5000 hadits.  
9.      Syaikh selalu mengunjungi perpustakaan Dhahiriyyah di Damaskus, sehingga kemudian beliau diberi kunci perpustakaan,  karena  beliau  sering  berada  di  sana dan  belajar  dalam  waktu  yang  lama.  Suatu  hari, selembar kertas hilang dari manuskrip yang digunakan Syaikh Al-Albany. Kejadian ini menjadikan beliau mencurahkan seluruh perhatiannya untuk membuat katalog      seluruh  manuskrip hadits   di perpustakaan  agar  folio  yang  hilang  tersebut  bisa ditemukan.  Karenanya,  beliau  mendapatkan  banyak ilmu dari 1000 manuskrip hadits, sesuatu yang telah  dibuktikan beberapa  tahun   kemudian  oleh Dr. Muhammad Mustafa A’dhami pada      pendahuluan “Studi      Literatur      Hadits      Awal”,      dimana   beliau mengatakan, “Saya       mengucapkan  terimakasih  kepada  Syaikh  Nashiruddin  Al-Albany,  yang  telah menempatkan   keluasan   ilmunya   pada   manuskrip-manuskrip langka dalam tugas akhir saya”.  
10.  Syaikh Al-Albany kadang-kadang terlihat keadaannya yang amat miskin selama hidupnya.        Beliau  mengatakan sering mengambil sobekan-sobekan kertas  dari  jalan–biasanya  berupa  kartu  undangan pernikahan-, yang kemudian digunakan untuk menulis haditsnya. Seringkali, dia membeli potongan-potongan kertas dari    tempat pembuangan dan membawanya ke rumah untuk dipakai.
11.   Beliau  senantiasa  berkorespondensi  dengan  banyak ulama, terutama yang berasal     dari     India dan  Pakistan,  mendiskusikan  hal-hal  yang  berhubungan dengan hadits dan agama pada umumnya, termasuk dengan Syaikh Muhammad Zamzami dari Maroko dan  ‘UbaiduLlah  Rahman,  pengarang  Mirqah  al-Mafatih  Syarh Musykilah al-Mashabih.  
12.  Keahliannya dalam bidang hadits diakui oleh banyak ulama  yang  berkompeten,  baik  masa  lalu  maupun  sekarang, termasuk Dr. Amin Al-Mishri, kepala Studi Islam  di  Universitas  Madinah  yang  juga  termasuk salah  satu  murid  Syaikh  Al-Albany,  juga Dr.  Syubhi Ash-Shalah,  mantan  kepala  bidang  Ilmu  Hadits  di Universitas  Damaskus,  Dr.  Ahmad  Al-Asal,  kepala Studi   Islam   di   Universitas   Riyadh,   ulama   hadits Pakistan  sekarang,  ‘Allamah  Badi’uddien  Syah  As- Sindi;  Syaikh  Muhammad  Thayyib  Awkij, mantan kepala Ilmu Tasfir dan Hadits dari Universitas Ankara di Turki; belum lagi pengakuan dari Syaikh Ibn Baaz, Ibnul  ‘Utsaimin,  Muqbil  bin  Hadi,  dan  banyak  lagi yang lain pada masa berikutnya.  
13.  Setelah sejumlah hasil karyanya dicetak, selama tiga tahun   Syaikh   terpilih   untuk   mengajar   hadits   di  Universitas   Islam   Madinah,   sejak   tahun   1381 H sampai 1383 H, dimana beliau juga bertugas sebagai anggota   dewan   pengurus   universitas   (setelah   itu  beliau  kembali  ke  tempat  studi  pertamanya  dan mengkhidmatkan   dirinya   pada   perpustakaan  Adh- Dhahiriyyah). Kecintaan beliau pada Universitas  Madinah dibuktikan dengan mewariskan  seluruh  koleksi perpustakaan pribadinya ke Universitas.  
14.  Beliau mengajar dua kali sepekan di Damaskus, yang dihadiri oleh banyak mahasiswa dan      dosen  universitas. Di sini, Syaikh menyelesaikan pengajarannya pada karya klasik dan modern  (edited):  
o  Fath       al-Majid,      karya   Abdur       Rahman        bin  Hushain Alu Syaikh 
o  Raudhah         an-Nadiyyah   karya          Siddiq     Hasan  Khan
o  Minhaj al-Islamiyah karya Muhammad As’ad  
o  Ushul al-Fiqh, karya al-Khallal    
o  Mustholah at-Tarikh, karya Asad Rustum  
o  Al-Halal wa al-Haram karya Yusuf Qardhawi  
o  Fiqh as-Sunnah karya Sayyid Sabiq  
o  Ba’its al-Hadit  karya Ahmad Syakir  
o  At-Taghib  wa  at-Tarhib  karya  Al-Hafidz  Al-Mundziri  
o  Riyadh ash-Shalihin karya Imam An-Nawawi Al-Imam fi Ahadits al-Ahkam, karya Ibnu Daqiqil ‘Ied  

15. Setelah menganalisa hadits-hadits pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah,  seorang ulama hadits      India, Muhammad Musthofa A’dhami (kepala Ilmu Hadits di  Makkah), memilih Syaikh Al-Albany untuk memeriksa dan  mengoreksi  kembali  analisanya,  dan  pekerjaan tersebut telah   diterbitkan   empat  jilid, lengkap  dengan   ta’liq   (catatan,   red)   dari   keduanya. Ini adalah  tazkiyah dari ulama  yang  lain  atas keilmuan  hadits Syaikh Al-Albany.  
16. Pada edisi dari himpunan hadits terkenal, Misykah al-Mashabih, penerbit Maktabah Islamy meminta Syaikh  Al-Albany untuk memeriksa pekerjaan  mereka sebelum  diterbitkan.  Pihak  penerbit  telah  menulis  pada  bagian  pendahuluan,  ”Kami  meminta  kepada  ulama  hadits,  Syaikh  Muhammad  Nashiruddin  Al-Albany,  untuk  membantu  kami  dalam  memeriksa  Misykat   dan   bertanggung   jawab   untuk   memberi tambahan hadits-hadits yang diperlukan dan meneliti serta     memeriksa          kembali sumber-sumber dan  keasliannya  pada  tempat-tempat  yang  diperlukan, dan membetulkan kesalahan-kesalahan…”  
17. Hasil karya Syaikh yang telah dicetak, terutama pada bidang  hadits  dan  ilmu  perangkatnya  (seperti  ilmu Mustholah  Hadits,  Jarh  wa  Ta’dil,  Rijalul  Hadits, edit.)   berjumlah   sekitar 2   buku.   Tujuh belas diantaranya  sebanyak  45  jilid.  Beliau  meninggalkan manuskrip minimal tujuh puluh karangan.  
18. Telah   terekam   suatu  kejadian   (dan   kejadian  ini terdapat pada dua kaset – murid-murid beliau sering merekam pelajaran beliau), bahwa seorang laki-laki telah  mengunjungi  Syaikh  Al-Albany  di rumahnya  di Yordania   dan   menyatakan   bahwa   dirinya   adalah  seorang  Nabi!  Bagaimana  reaksi  kita  ketika  berada pada situasi ini? Syaikh Al-Albany meminta lelaki itu duduk  dan  mendiskusikan  pernyataannya  tersebut dalam waktu yang lama (seperti yang saya katakan: ada pada dua kaset), sehingga pada akhirnya, si tamu tersebut bertaubat dari klaimnya itu dan semua yang hadir,  termasuk        Syaikh  turut menangis. Pada kenyataannya, sudah berapa sering terdengar Syaikh Al-Albany menangis ketika berbicara mengenai Allah, Rasul-Nya, dan muamalah antar Muslim?  
19. Pada kejadian yang lain, beliau dikunjungi tiga orang yang  kesemuanya  menuduh  Syaikh  Al-Albany  kafir. Ketika  waktu  sholat  tiba,  mereka  menolak  untuk bermakmum  kepada  Syaikh,  karena  tidak  mungkin bagi   seorang  kafir   menjadi   imam   sholat.   Syaikh menerima  hal  ini,  dan  mengatakan  bahwa  menurut pandangannya,  ketiga  orang   ini adalah Muslim, sehingga  salah  satu  dari  mereka  berhak  menjadi imam  sholat.  Tak  lama  kemudian,  mereka  bertiga berdebat lama sekali mengenai perbedaan di antara mereka  sendiri,  dan ketika  waktu  sholat berikutnya telah  tiba,  ketiga  laki-laki  ini  mendesak  untuk  ikut sholat di belakang Syaikh Al-Albany !  
20. Selama  hidupnya,  Syaikh  telah  meneliti  dan  men-ta’liq lebih dari 30.000 silsilah perawi hadits (isnaad) pada  hadits-hadits  yang  tidak  terhitung  jumlahnya, dan  menghabiskan  waktu  enam  puluh  tahun  untuk belajar buku-buku hadits, sehingga buku-buku tersebut   menjadi   sahabat   sekaligus   berhubungan dengan   ulama-ulamanya (pengarang  kitab-kitab Sunnah tersebut, pent)   

                                                                                 
  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar